BAB 1, 2, 3, 4
Written on 07.07 by Andriawan Syahrul Azhar
BAB 1. PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM
EKONOMI
1.
PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah
sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik,
ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara
utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap
kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum
menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka
yang akan dipilih.Berikut ini pengertian hukum menurut para ahli baik di dalam
negri maupun luar negri:
- Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum di Indonesia
Berikut ini
adalah beberapa pengertian hukum menurut para ahli hukum yang berasal dari
dalam negeri, antara lain:
1.
Pengertian hukum menurut Soerojo Wignjodipoero
hukum adalah
himpunan peraturan-peraturan hidup yang berisikan suatu perintah dan larangan atau
perizinan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal, hukum bersifat memaksa
serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat.
2.
J.C.T. Simorangkir, SH & Woerjono Sastroparnoto
hukum adalah
peraturan yang bersifat memaksa dan menentukan tingkah laku manusia dalam
lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib dimana
pelanggaran terhadap peraturan tersebut akan mengakibatkan hukuman yang
tertentu
3.
SM. Amin, SH
hukum adalah
kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri atasi norma dan sanksi-sanksi hukum
4.
Prof. Soedikno Mertokusumo
Keseluruhan
kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama,
keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama,
yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi
- Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum Luar Negeri
Berikut ini
adalah pengertian hukum menurut para ahli hukum yang berasal dari luar negeri,
antara lain:
1.
Plato
Merupakan
peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengi kat masyarakat
2.
Aristoteles
Sesuatu yang
sangat berbeda daripada sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari
konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya
di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar
3.
Tullius Cicerco (Romawi) dala “ De Legibus”
Hukum adalah
akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan
apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan
4.
Schapera
Setiap
aturan tingkah laku yang mungkin diselenggarakan oleh pengadilan
2.Tujuan Hukum dan Sumbr-sumber hukum
Hukum itu bertujuan menjamin
adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum itu harus pula bersendikan
pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.
sumber hukum ialah segala
apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat
memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar menimbulkan sanksi yang
tegas dan nyata.
Hukum ditinjau dari segi material dan formal
• Sumber-sumber hukum material
Dalam sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari
berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiolagi, filsafat, dsb
Contoh :
1. Seorang ahli ekonomi mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan
ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan
mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam masyarakat.
• Sumber hukum formal
1. Undang – Undang (Statute)
Ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan
hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
2. Kebiasaan (Costum)
Ialah suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan
berulang-ulang dalam hal sama . Apabila suatu kebiasaan tersebut diterima oleh
masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa,
sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai
pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbul suatu kebiasaan hukum,
yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
3. Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa
seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan
suatu perkara. Dengan demikian, apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak
member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka
hakim haruslah membuat peraturan sendiri.
1. Traktat (Treaty)
2. Pendapat sarjana hukum (Doktrin)
3.Kodifikasi hukum
Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam
kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Ditinjau dari segi bentuknya,
hukum dapat dibedakan atas :
Hukum Tertulis (statute law, written
law), yaitu hukum yang dicantumkan pelbagai peraturan-peraturan,
dano Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law),
yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis
namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan)
.Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum,
yaitu Kodifikasi terbukaAdalah kodifikasi yang membuka
diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.“Hukum
dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut
sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai
peraturan”.
Kodifikasi tertutup adalah semua hal yang menyangkut
permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
4.Kaidah/Norma
Norma hukum adalah aturan
sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga
dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai
dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini
berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).
Daftar
pustaka :
BAB II
Subyek
dan Obyek Hukum
- A. SUBJEK HUKUM
Subjek hukum
ialah suatu pihak yang berdasarkan hukum telah mempunyai
hak/kewajiban/kekuasaan tertentu atas sesuatu tertentu.
Pada dasarnya subjek hukum dapat dibedakan atas:
1. Manusia
2. Badan hukum
Pada dasarnya subjek hukum dapat dibedakan atas:
1. Manusia
2. Badan hukum
- Manusia
Adapun
manusia yang patut menjadi Subjek Hukum adalah Orang yang cakap
hukum. Orang yang tidak cakap hukum tidak merupakan Subjek Hukum. Orang yang
cakap hukum adalah orang yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya dimuka
hukum. Perlu diketahui ada 3 kriteria orang yang tidak cakap hukum, yaitu:
1) Orang yang masih dibawah umur (belum berusia 21 tahun dan belum menikah),
2) Orang yang tidak sehat pikirannya/dibawah pengampuan (Curatele),
3) Perempuan dalam pernikahan (sekarang tidak berlaku, berdasarkan SEMA No.3 tahun 1963)
*Secara yuridisnya ada 2 alasan yang menyebutkan manusia sbg subjek hukum yaitu :
1) Orang yang masih dibawah umur (belum berusia 21 tahun dan belum menikah),
2) Orang yang tidak sehat pikirannya/dibawah pengampuan (Curatele),
3) Perempuan dalam pernikahan (sekarang tidak berlaku, berdasarkan SEMA No.3 tahun 1963)
*Secara yuridisnya ada 2 alasan yang menyebutkan manusia sbg subjek hukum yaitu :
- Manusia mempunyai hak-hak subyektif
- Kewenangan hukum
*Syarat-syarat
cakap hukum :
- Seseorang yang sudah dewasa berumur 21 tahun (Undang Perkawinan No.1/1974 dan KUHPerdata)
- Seseorang yang berusia dibawah 21 tahun tetapi pernah menikah
- Sesorang yang sedang tidak menjalani hokum
- Berjiwa sehat dan berakal sehat
*Syarat-syarat
tidak cakap hukum :
- Seseorang yang belum dewasa
- Sakit ingatan
- Kurang cerdas
- Orang yang ditaruh dibawah pengampuan
- Seseorang wanita yang bersuami (Pasal 1330 KUH Perdata)
- Badan Hukum
Badan Hukum
adalah badan/kumpulan manusia yang oleh hukum diberi status sebagai orang yang
memiliki hak dan kewajiban. Badan hukum ialah suatu badan usaha yang
berdasarkan hukum yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan
yang telah dipenuhinya telah diakui sebagai badan hukum, yakni badan usaha yang
telah dianggap atau digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum sehingga
mempunyai kedudukan yang sama dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan
melaksanakan kewajibannya harus dilakukan atau diwakilkan melalui para
pengurusnya.
Contoh-contoh badan hukum: PT (Perseroan Terbatas), Yayasan, PN (Perusahaan Negara), Perjan (Perusahaan Jawatan), dan sebagainya.
*Badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum :
Contoh-contoh badan hukum: PT (Perseroan Terbatas), Yayasan, PN (Perusahaan Negara), Perjan (Perusahaan Jawatan), dan sebagainya.
*Badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum :
- Memilki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
- Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya
*Badan hukum
dibedakan dalam 2 bentuk, yaitu :
- Badan Hukum Publik
- Badan Hukum Privat
*Ada 4 teori
yang digunakan sbg syarat badan hukum untuk menjadi subjek hukum:
- Teori Fictie adalah badan hukum itu semata-mata buatan negara saja.
- Teori Kekayaan Bertujuan adalah hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum.
- Teori Pemilikan adalah hak dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak kewajiban anggota bersama-sama.
- Teori Organ adalah suatu jelmaan yang sungguh-sungguh ada dalam pergaulan hukum.
2.
OBJEK HUKUM
Objek hukum
ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum dimana segala hak
dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di dalamnya (biasa disebut
dengan benda). Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat
diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya.
Menurut Pasal 503 KUHPerdata, Benda dibagi menjadi 2 yaitu:
Menurut Pasal 503 KUHPerdata, Benda dibagi menjadi 2 yaitu:
- Benda Berwujud
Benda ini adalah sebagaimana keseharian, misalnya; Rumah, Mobil dan Emas. - Benda Tidak Berwujud
Benda ini lebih bersifat abstrak namun memiliki nilai, seperti; Hak dan Nama Baik.
Pembagian
Benda menurut Pasal 503 ini biasanya dalam perhubungan hukum menyangkut Ganti
Rugi.
Akan tetapi, menurut Pasal 504 KUHPerdata, Benda juga dibagi 2 yaitu:
Akan tetapi, menurut Pasal 504 KUHPerdata, Benda juga dibagi 2 yaitu:
- Benda Tidak Bergerak
Benda Tidak Bergerak adalah benda yang tidak dapat dipindahkan, misalnya; Tanah, Pabrik atau Gedung. - Benda Bergerak
Benda ini adalah benda yang dapat dipindahkan, seperti; kendaraan bermotor.
Pembagian
Benda menurut pasal 504 ini biasanya dalam perhubungan hukum menyangkut masalah
Jaminan (Agunan).
3.
Hak Kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan
hutang (Hak Jaminan)
Hak jaminan
merupakan hak ynag melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya untuk
melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan, apabila debitor
melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Oleh karena itu
hak jaminan tidak dapat berdiri sendiri, karena hak jaminan merupakan
perjanjian yang bersifat tambahan daripada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian
utang-piutang. Macam-macam jaminan terdiri sebagai berikut :
a.
Jaminan Umum
Diatur dalam
Pasal 1131 KUHP Perdata dan Pasal 1132 KUHP Perdata. Pasal 1131 KUHP Perdata
yang menyatakan bahwa segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang aka
nada, baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan pelunasan
hutang yang dibuatny, sedangkan Pasal 1132 KUHP Perdata menyebutkan, harta
kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang
memberikan utang kepadanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi
menurut keseimbangan yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing kecuali
apabila di antara para berpiutang itu ada alasan sah untuk didahulukan.
Benda yang
dapat dijadikan jaminan umum apabila telah memenuhi syarat yaitu :
1.
Benda tersebut bersifat ekonomis
2.
Benda terebut dapat dipindahtangankan haknya kepada pihak lain.
b. Jaminan Khusus
Merupakan
jaminan yang diberikan hak khusus kepada jaminan; misalnya gadai, hipotk, hak
tanggungan, dan fidusia.
1) Gadai
Diatur dalam
Pasal 1150-1160 KUHP Perdata, berdasarkan Pasal 1150 Perdata, gadai adalah hak
yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya
oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, yang
memberikan kewenangan kedapa kreditor untuk dapat pelunasan dari barang
tersebut terlebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya
untuk melelang barang tersebut, dan biaya-biaya mana yang harus didahulukan.
Sifat-sifat
dari Gadai :
1.
Gadai adlah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
2.
Gadai bersifat accesoir, artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok, yang
dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai debitor itu lalai membayar hutangnya
kembali.
3.
Adanya sifat kebendaan.
4.
Hak untuk menjuak atas kekuasaan sendiri.
2) Hipotik
Diatur dalam
Pasal 1162-1232 KUHP Perdata. Hipotik berdasarkan Pasal 1162 KUHP PErdata
adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil
penggantian daripadanya bagi perluasaan suatu perutangan.
Sifat-sifat
Hipotik
1.
Bersifat accesoir, seperti halnya dengan gadai
2.
Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang lain
3.
Objeknya benda-benda tetap
3) Fidusia
Fidusia
lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare Eigendoms Overdracht), yang dasarya
merupakan suatu perjanjian accosor antara debitor dan kreditor yang isinya
penyerahan hak milik secara kepercayaan atas dasar bergerak milik debitor
sebagai peminjam pakai, sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak
miliknya, penyerahan demikian dinamakan penyerahan secara constitutum
possesorim artinya hak millik/bezit dari barang dimana barang tersebut teap
pada orang yang mengalihkan.
Daftar pustaka :
BAB III
HUKUM PERDATA
1.
Hukum Perdata Yang Berlaku di Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi
dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal
pembagian semacam ini.
2.
Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum
perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun
berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap
sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis
dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de
Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813),
kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan
terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
- BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
- WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J.
Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang
disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata)
Yang
dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi
seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah
hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal
dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW
sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI, misalnya
mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
Isi KUH Perdata
KUH Perdata
terdiri atas empat 4 bagian, yaitu:
- Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht
- Buku 2 tentang Benda
- Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht
- Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs
3. Pengertian
& Keadaan Hukum Di Indonesia
a. PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Pengeertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Pengeertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
b. KEADAAN
HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
1. Faktor etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)
Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
1. Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa eropa harus dianut
perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4. Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
4. Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
Sistematika hukum di Indonesia ada dua pendapat, yaitu :
a. Dari pemberlaku undang-undang
Buku I : Berisi mengenai orang
Buku II : Berisi tentanng hal benda
Buku III : Berisi tentang hal perikatan
Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan kadaluarsa
b. Menurut ilmu hukum / doktrin dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
I. Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur tentang manusia sebagai subjek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri.
II. Hukum kekeluargaan
Mengatur perihal hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami istri, hubungna antara orang tua dengan anak, perwalian dan lain-lain.
III. Hukum kekayaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat diukur dengan dengan uang, hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan yang antara lain :
- hak seseorang pengarang atau karangannya
- hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak.
IV. Hukum warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia. Disamping itu, hukum warisan juga mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
Daftar pustaka :
BAB 4. HUKUM PERIKATAN
1. PENGERTIAN PERIKATAN
Perikatan
adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih,
yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi
prestasi, begitu juga sebaliknya.
Perjanjian
adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk
melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbullah suatu peristiwa
berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini yang
dinamakan dengan perikatan.
Dengan kata
lain, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan
perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak
menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistim terbuka. Oleh
karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.
2. DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum
perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
- Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
- Perikatan yang timbul undang-undang. Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen).
- Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
3. AZAS-AZAS DALAM HUKUM PERIKATAN
Azas-azas
dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas
kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
- Azas kebebasan kontrak
Azas
kebebasan berkontrak yaitu bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah
sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka,
artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk
menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka
sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
- Azas konsensualisme
Azas
konsesualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas. Dengan demikian, asas konsesualisme lazim disimpulkan dalam
Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat
adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, cakap untuk
menbuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang
halal.
4.
WANPRESTASI DAN AKIBAT – AKIBATNYA
Wansprestasi
timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan,
misalnya ia (alpa) atau ingkar janji.
- Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1.
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2.
Melaksanakan apa yand dijanjikannua, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3.
Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4.
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
- Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat
wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan
wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1.Membayar
Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni
Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah
dikeluarkan oleh salah satu pihak;
Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang
diakibat oleh kelalaian si debitor;
Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan
atau dihitung oleh kreditor.
2.
Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan
Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
5.
HAPUSNYA PERIKATAN
Bab IV Buku
III KUH Perdata mengatur tentang hapusnya perikatanbaik yang timbul dari
persetujuan maupun dari undang-undang yaitu dalampasal 1381 KUH Perdata. Dalam
pasal tersebut menyebutkan bahwa adadelapan cara hapusnya perikatan yaitu :
- Pembayaran
- Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
- Pembaharuan utang (inovatie)
- Perjumpaan utang (kompensasi)
- Percampuran utang.
- Pembebasan utang.
- Musnahnya barang yang terutang
- Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
- Adapun dua cara lainnya yang tidak diatur dalam Bab IV Buku III KUH Perdata adalah :
- Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I).
- Kadaluwarsa (diatur dalam Buku IV, Bab 7).
DAFTAR
PUSTAKA :
http://riyanikusuma.wordpress.com/2012/03/25/hukum-perikatan/