Selasa, 27 Maret 2012

Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru

PERKEMBANGAN SISTEM EKONOMI SEBELUM ORDE BARU

1.      PENGERTIAN SISTEM EKONOMI
Sistem ekonomi merupakan cabang ilmu ekonomi yang membahas persoalan pengambilan keputusan dalam tata susunan organisasi ekonomi untuk menjawab persoalan-persoalan ekonomi untuk mewujudkan tujuan nasional suatu negara.

Menurut Dumairy (1996) sistem ekonomi adalah adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan. Selanjutnya dikatakannya pula bahwa suatu sistem ekonomi tidaklah harus berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan falsafah, padangan dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak. Sistem ekonomi sesungguhnya merupakan salah satu unsur dalam suatu supra sistem kehidupan masyarakat. Sistem ekonomi merupakan bagian dari kesatuan ideologi kehidupan masyarakat di suatu negara.

2.      SISTEM EKONOMI INDONESIA
Secara normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan Beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, Asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama bukan kemakmuran orang-seorang).

3.      PERKEMBANGAN SISTEM EKONOMI SEBELUM ORDE BARU
Sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh negara pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun melalui diskusi kelompok.
Sebagai contoh, bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetus ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah koperasi (Moh. Hatta dalam Sri-Edi Swasono, 1985), namun bukan berarti semua kegiatan ekonomii harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.

Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di negara Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah suatu bentuk ekonomi baru yang dinamakan sebagai Sistem Ekonomi Pancasila yang didalamnya mengandung unsur penting yang disebut Demokrasi Ekonomi.

Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia, maka menurut UUD 1945, system perekonomian tercermin dalam pasal 23, 27, 33 dan 34.

Demokrasi Ekonomi dipilih, karena memiliki ciri-ciri positif yang diantaranya adalah (Suroso, 1993) :
     a.       Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
     b.      Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
    c.       Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai  oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
    d.      Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan pemufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan pula
    e.       Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak
    f.       Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat
     g.      Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam  batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum
      h.      Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara

Dengan demikian di dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya :
Free fiht liberalism, yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah, dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
Etatisme, yakni keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat.
Monopoli, suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti ‘keinginan sang monopoli’
            Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut system ekonomi Pancasila. Ekonomi Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti system perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai dengan tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan system etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun 1960-an sampai dengan masa orde baru.
            Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara program-program tersebut adalah :
a.       Program Benteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi
b.      Program/Sumitro Plan tahun 1951
c.       Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
d.      Rencana Delapan Tahun

Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah :
a.       Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relative bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung menitikberatkan pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya.

b.      Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya dialokasi untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.

c.       Faktor berikutnya adalah terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk (system parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kali kabinet berganti saat itu. Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan.

d.      Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Disamping kutusan individu/pribadi, dan partai lebih domina dari pada kepentingan pemerintah dan negara.

e.       Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan system perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950-1957) dan etatisme (1958-1965)

Akibat yang ditimbulkan dari system etatisme yang pernah ‘terjadi’ di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut :
a.       Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai eksport kita

b.      Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercu Suar’


c.       Defisit anggaran negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali

d.      Keadaan tersebut masih diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%)yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2%     

               tiaralenggogeni.files.wordpress.com/.../minggu-1-sejarah-dari-sistem-perekonomian-indonesia5.docx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar