CONTOH KASUS HUKUM PERDATA

Written on 00.52 by Andriawan Syahrul Azhar

CONTOH KASUS HUKUM PERDATA

Kasus ini berawal dari tulisan Prita Mulyasari di internet tentang kualitas pelayanan RS Omni International yang dikirimkan lewat e-mail ke beberapa temannya. E-mail ini kemudian tersebar luas di internet sehingga menyebabkan RS Omni International merasa dirugikan, lalu melaporkan kasus ini ke pihak berwenang.
Selain didakwa secara pidana, Prita Mulyasari juga dituntut secara perdata oleh RS Omni International. Dalam kasus perdata, Prita Mulyasari sebagai pihak Tergugat, sedangkan untuk pihak Penggugat terdiri dari Penggugat I; pengelola RS Omni International, Penggugat II; Dokter yang merawat dan Penggugat III; Penanggung Jawab atas keluhan pelayanan Rumah Sakit.
Pokok materi dakwaan pidana dan gugatan perdata terkait atas tindakan Prita Mulyasari yang tidak cukup menyampaikan keluhan atas kualitas pelayanan RS Omni International dengan mengisi lembar ” Masukan dan Saran” yang telah disediakan oleh RS Omni International, tetapi juga mengirimkan e-mail tersebut ke customercare@banksinarmas.com dan teman-teman Prita Mulyasari. Akibatnya, para penggugat merasa tercemar nama baiknya dan merasa dirugikan.
Aspek Pidana dalam Kasus Prita Mulyasari
Prita Mulyasari didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum secara berlapis dengan menggunakan Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik, serta Pasal 311 KUHP. Isi dari pasal-pasal tersebut adalah:
Pasal 310 KUHP
  1. Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.
  2. Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.
  3. Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Pasal 311
  1. Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
  2. Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 3 dapat dijatuhkan.
Pasal 312
Pembuktian akan kebenaran tuduhan hanya dibolehkan dalam hal-hal berikut:
  1. Apabila hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran itu guna menimbang keterangan terdakwa, bahwa perbuatan dilakukan demi kepentingan umum, atau karena terpaksa untuk membela diri;
  2. Apabila seorang pejabat dituduh sesuatu hal dalam menjalankan tugasnya.
Selain dijerat dengan KUHP, Prita Mulyasari juga didakwa JPU telah melanggar Pasal 27 Ayat (3) Undang - Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No 10 Tahun 2008 yang menyatakan: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan /atau pencemaran nama baik. Ancaman hukumannya pidana penjara 6 tahun”.
Tujuan utama perumusan UU ITE sebenarnya agar bukti-bukti dalam bentuk elektronik dapat menjadi alat bukti yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan transaksi keuangan elektronik, pelaku carding, pelaku bad cracking serta melindungi konsumen saat melakukan transaksi keuangan elektronik dan beraktivitas di dunia maya. Oleh karena itu, seharusnya UU ITE hanya menjadi dasar dalam penggunaan informasi dan transaksi yang dihasilkan oleh alat elektronik sebagai alat bukti sehingga kurang tepat jika ditujukan untuk menjerat konsumen dengan dalih pencemaran nama baik. Berdasarkan analisis tersebut, seharusnya dasar hukum untuk kasus pencemaran nama baik untuk kasus Prita Mulyasari cukup hanya menggunakan Pasal 310 KUHP dan 311 KUHP.

kasus bab11 kekayaan intelektual

Written on 00.00 by Andriawan Syahrul Azhar


Kasus bab11 hak kekayaan intelektual

HAK CIPTA

   Industri musik Indonesia tak jarang diwarnai dengan berbagai permasalahan yang berhubungan dengan hak cipta. Bukan hanya masalah pembajakan, tetapi soal klaim lagu pun kerap terjadi. Menjamurnya tempat-tempat karaoke memunculkan persoalan baru dalam urusan hak cipta
 Tempat karaoke milik pedangdut Inul Daratista, Inul Vizta dituding mengabaikan hak-hak para pencipta lagu yang dijamin UU. Tudingan tersebut dilontarkan oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia.
  Permasalahan antara keduanya sepertinya memang sudah jadi cerita lama.        Namun, konflik itu kembali hangat saat kasus itu masuk ke ranah hukum. Sampai saat ini kasus tersebut masih disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Celakanya, pihak Inul justru menggugat balik pihak Karya Cipta Indonesia

BAB 11,12,13,14

Written on 23.42 by Andriawan Syahrul Azhar


BAB 11,12,13,14

BAB 11. HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL(HAKI)

1.       PENGERTIAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3).
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud (seperti Paten, merek, Dan hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebagainya yang tidak mempunyai bentuk tertentu.

2.       PRINSIP – PRINSIP HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Prinsip – prinsip Hak Kekayaan Intelektual :

1.      Prinsip Ekonomi.
Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2.      Prinsip Keadilan.
Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.
3.      Prinsip Kebudayaan.
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia.
4.      Prinsip Sosial.
Prinsip sosial ( mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.

3.       KLASIFIKASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelaktual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak cipta ( copyright ) , dan hak kekayaan industri (industrial property right).
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi
1.      Paten
2.      Merek
3.      Varietas tanaman
4.      Rahasia dagang
5.      Desain industry
6.      Desain tata letak sirkuit terpadu

4.       DASAR HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

·        UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
·        UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
·        UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
·        UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

5.       HAK CIPTA

Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1)
Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta, yaitu “seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”.

Dasar Hukum HAK CIPTA :
·         UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
·         UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
·         UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
·         UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

6.       HAK PATEN

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001:
·         Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Ayat 1).
·         Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Undang-undang Paten).
·         Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri. Di samping paten, dikenal pula paten sederhana (utility models) yang hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syarat-syarat perlindungan yang lebih sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Paten (UUP).
·         Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa :
    1. proses;
    2. hasil produksi;
    3. penyempurnaan dan pengembangan proses;
    4. penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi

Dasar Hukum HAK PATEN :
·         UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
·         UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
·         UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109)
7.       HAK MERK

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 :
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Pasal 1 Ayat 1)
Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang dan atau jasa) tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga kualitas, dan melindungi produsen dan konsumen.
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).

Istilah – Istilah Merk :
·                 Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
·                               Merek jasa yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
·                 Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
·                                Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.

Dasar Hukum HAK MERK :
·         UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81)
·         UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
·         UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110)

8.       DESAIN INDUSTRI

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri :
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1).

9.       RAHASIA DAGANG

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang :
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

DAFTAR PUSTAKA :


BAB 12 PERLINDUNGAN KONSUMEN
1.   Pengertian Konsumen
Adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

2.   Azas Dan Tujuan
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen :
       I.            Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
    II.            .Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha
untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
 III.            Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
 IV.            Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
    V.            Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen sebagai berikut :
·         Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
·          mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
·         Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
·         Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsure kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
·         Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
·         Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

3.   Hak Dan Kewajiban Konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban.
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :
1.      Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
2.      Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3.      Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
4.      Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
5.      Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6.      Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7.      Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif
8.      Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

4.   Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
  1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
  3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
  4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
  1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
  2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
  3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
  5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
  6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
  7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

5.   Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Pelaku Usaha Dilarang Membuat atau Mencantumkan 8 (Delapan) Klausula Baku yang menyatakan :
  1. Pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
  2. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
  3. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang atas pembayaran barang yang dibeli konsumen;
  4. Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang dibeli konsumen secara angsuran;
  5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;
  6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
  7. Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha;
  8. Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak: tanggungan, gadai, jaminan terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran.

6.   Klausula Baku Dalam Perjanjian
Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen, klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli tidak boleh merugikan konsumen.

7.   Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Salah satu tanggung jawab pelaku usaha adalah memberikan ganti rugi atau kompensasi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian yang diderita konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.


8.   Sanksi
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut :
1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b )
2) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.

  SUMBER :



BAB 13 ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
1.   Pengertian
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.

2.   Azas Dan Tujuan
·         Azas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
·         Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
3.   Kegiatan Yang Dilarang
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya .

4.   Perjanjian Yang Dilarang
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar neger

5.   Hal-Hal Yang Dikecualikan Dalam UU Anti Monopoli
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan, yaitu :
·         Pasal 50
1.    perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2.    perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
3.    perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
4.    perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
5.    perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;
6.    perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
7.    perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;
8.    pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
9.    kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
·         Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.

6.   Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

7.   Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

SUMBER :



BAB 14. PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

1.      Pengertian
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive).
2.      Cara-Cara Penyelesaian
·        Negosiasi dan ADR
Negosiasi adalah sarana paling banyak digunakan. Sarana ini telah dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Lebih dari 80% (delapan puluh persen) sengketa di bidang bisnis tercapai penyelesaiannya melalui cara ini. Penyelesaiannya tidak win-lose tetapi win-win. Karena itu pula cara penyelesaian melalui cara ini memang dipandang yang memuaskan para pihak.
·        Arbitrase
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin populer di kalangan pengusaha. Kontrak-kontrak komersial sudah cukup banyak mencantumkan klausul arbitrase dalam kontrak mereka. Dewasa ini Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), sudah semakin populer. Badan-badan penyelesaian sengketa sejenis telah pula lahir. Di antaranya adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), badan penyelesaian sengketa bisnis, dll.
·        Pengadilan
Persepsi umum yang lahir dan masih berkembang dalam masyarakat adalah masih adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap badan pengadilan. 4 Pengusaha atau para pelaku ekonomi dan bisnis, terlebih masyarakat awam melihat hukum bukan dari produk-produk hukum yang ada atau yang pemerintah keluarkan. Masyarakat umumnya meljhat pengadilan sebagai hukum. Begitu pula persepsi mereka terhadap polisi, jaksa, atau pengacara.
·        Mediasi
Mediasi adalah upaya penye dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.

3.      Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi
·        Perundingan : Perundingan merupakan tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima.
·        Arbitrase : Kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan
·         Ligitasi : Litigasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.
Jadi perbandingan diantara ketiganya ini merupakan tahapan dari suatu penyelesaian pertikaian. Tahap pertama terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak yang bertikai, kedua ialah ke jalan Arbitrase ini di gunakan jika kedua belah pihak tidak bisa menyelesaikan pertikaian yang ada oleh sebab itu memerlukan pihak ketiga. Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan pihak ketiga oleh sebab ini mereka mebutuhkan hukum atau pengadilan untuk menyelesaikan pertikaian yang ada.


 DAFTAR PUSTAKA :